Dalam setiap pilihan hidup,
seorang mukmin beristikharah pada Allah. Tetapi shalat istikharah itu hanyalah
satu tahapan saja, sebagian dari tanda kepasrahannya kepada apa yang dipilihkan
Allah bagi kebaikannya. Untuk dunia, agama, dan akhiratnya. Istikharah yang
sesungguhnya dimulai jauh sebelum itu; rasa dari taqwa, menjaga kesucian
ikhtiar, dan kepekaan dalam menjaga hubungan baik dengan Allah.
Ketika segala sebelumnya dijalani
dengan apa yang diatur-Nya, maka istikharah adalah saat bertanya. Pertama tentang
pantaskah kita dijawab oleh-Nya. Yang kedua, seperti apa jawaban itu. Yang ketiga,
beranikah kita untuk menerima jawaban itu. Apa adanya. Karena itulah
sejujur-jujur jawaban. Di situlah letak furqaan,
karena kepekaan khas orang bertaqwa.
Karena soalnya bukanlah diberi
atau tidak diberi. Soalnya, bukan diberi dia atau diberi yang lain. Urusannya adalah
tentang bagaimana Allah memberi. Apakah diulungkan lembut dengan cinta, ataukan
dilempar ke muka penuh murka. Bisa saja yang diberikan sama, tapi rasa dan
dampaknya berbeda. Dan bisa saja yang diberikan pada kita berbedadari apa yang
diharap hati, tapi rasanya jauh melampaui. Di situlah yang kita namakan
barakah.
Di jalan cinta para pejuang, ada
taqwa yang menjaminkan barakah untuk kita.
*Jalan Cinta Para Pejuang, hal 125
Tidak ada komentar:
Posting Komentar