Minggu, 27 Januari 2013

Ketika Aku Memilih

Dalam setiap pilihan hidup, seorang mukmin beristikharah pada Allah. Tetapi shalat istikharah itu hanyalah satu tahapan saja, sebagian dari tanda kepasrahannya kepada apa yang dipilihkan Allah bagi kebaikannya. Untuk dunia, agama, dan akhiratnya. Istikharah yang sesungguhnya dimulai jauh sebelum itu; rasa dari taqwa, menjaga kesucian ikhtiar, dan kepekaan dalam menjaga hubungan baik dengan Allah.

Ketika segala sebelumnya dijalani dengan apa yang diatur-Nya, maka istikharah adalah saat bertanya. Pertama tentang pantaskah kita dijawab oleh-Nya. Yang kedua, seperti apa jawaban itu. Yang ketiga, beranikah kita untuk menerima jawaban itu. Apa adanya. Karena itulah sejujur-jujur jawaban. Di situlah letak furqaan, karena kepekaan khas orang bertaqwa.

Karena soalnya bukanlah diberi atau tidak diberi. Soalnya, bukan diberi dia atau diberi yang lain. Urusannya adalah tentang bagaimana Allah memberi. Apakah diulungkan lembut dengan cinta, ataukan dilempar ke muka penuh murka. Bisa saja yang diberikan sama, tapi rasa dan dampaknya berbeda. Dan bisa saja yang diberikan pada kita berbedadari apa yang diharap hati, tapi rasanya jauh melampaui. Di situlah yang kita namakan barakah.

Di jalan cinta para pejuang, ada taqwa yang menjaminkan barakah untuk kita.

*Jalan Cinta Para Pejuang, hal 125

Tidak ada komentar:

Posting Komentar