Kamis, 11 Agustus 2011

Mari Kita Belajar Mencintai *

Jika cinta, pada semua jenisnya, adalah kesadaran, adalah perasaan, tindakan, maka cinta pada akhirnya adalah kemampuan yang terintgrasi dalam seluruh aspek kepribadian kita. Kemampuan seseorang untuk mencintai adalah gambaran paling utuh dari seluruh kapasitas kepribadiannya. Hanya orang-orang dengan kepribadian yang kuat dan kapasitas besar yang mampu mencintai. Orang-orang lemah, yang setiap saat bisa kita saksikan disekitar kita, tidak akan pernah mencintai. Bahkan untuk mencintai diri sendiri sekalipun. Takdir mereka adalah menantikan cinta dan kasih sayang orang-orang kuat.
Orang-orang kuat mencintai dengan segenap kesadarannya. Maka mereka terus-menerus memproduksi kebajikan demi kebajikan. Sementara orang-orang lemah bahkan tidak memiliki kesadaran untuk mencintai. Maka mereka terus menerus mengkonsumsi kebajikan orang-orang kuat itu. Itu sebabnya orang-orang kuat dalam masyarakat selalu merupakan faktor kohesi yang merekatkan masyarakat. Mereka inilah yang ditebarkan oleh Rasulullah begitu beliau tiba di Madinah dan memulai kerja mambangun Negara baru itu: “Wahai sekalian manusia, tebarkan salam, berikan makan, bangun sholat malam saat orang-orang tertidur, niscaya kalian akan masuk surga dengan penuh damai.”
Ini merupakan penjelasan bagai keterangan selanjutnya. Bahwa untuk bisa mencintai, bahwa untuk menjadi pesinta sejati, kita harus mengembangkan kapasitas dan kepribadian kita. Cinta adalah pelajaran tentang bagaiman mengubah kepribadian kita untuk menjadi lebih baik sevara berkesinambungan, pelajaran tentang bagaiman melimpahruahkan kebajikan abadi bagi penumbuh kehidupan orang-orang sekitar yang kadang berujung tanpa sedikitpun rasa terimakasih, atau bahkan penolakan.
Ini bukan pelajaran tentang teknik atau keterampilan mencintai seperti ketika belajar teknik berkomunikasi dengan orang lain, atau bagaimana merebut hati seseorang untuk suatu hubungan cinta asmara. Bukan, sama sekali bukan tentang itu. Ini adalah pelajaran tentang bagaimana membangun kembali dasar-dasar kepribadian yang kokoh dan tangguh, yang memungkinkan kita mencintai dengan sadar, bertanggungjawab dan bertindak produktif untuk membuktikan cinta itu dalam kenyataan. Dan dengan begitu cinta bukan saja berefek pada perbaikan kehidupan kita seluruhnya secara berkesinambungan.
Dalam ini mungkin akan terbuka. Semua kita bisa mempelajarinya. Alasan sangat sederhana. Rasulullah SAW bersabda: “Ilmu diperoleh dengan belajar. Kesabaran diperoleh dengan belajar menjadi sabar. Kesantunan diperoleh dengan belajar menjadi santun.” Ini menjelaskan bahwa disamping karakter-karakter bawaan yang melekat dalam diri kita sebagai warisan genetic, semua karakter lain bisa kita peroleh dengan mempelajari dan mengimplementasikannya dalam kehidupan kita.
Begitu juga cinta. Begitu juga cinta. Semua kita bisa mencintai. Semua kita mungkin pecinta sejati. Asal kita mau belajar. Asal kita mau belajar bagaimana mencintai.
*Anis Matta