Rabu, 28 Desember 2011

cinta adalah

aku adalah malam yang tersedu dalam kelam
yang membasah tanpa ada yang memandang
yang menyinari dengan rembulan
tapi tiada kesan ketika pagi menjelang

aku berharap dengan cinta
berbicara kepada cinta
meminta untuk cinta
dan hanya karena cinta


bohong jika cinta itu menyakitkan
dusta, jika cinta itu menyusahkan

cinta adalah memberi
tapi aku belum memiliki apa-apa untuk diberi
mungkin itulah jadinya segala pinta, dan harap kata tiada makna
sehingga tiada tertanam dan tumbuh indah dipandang

cinta tak akan berkata bahwa ia tengah terluka
karena cinta hanyalah mencinta, bukan berkeluh kata
tapi cinta adalah bahasa hati, bahasa mata, bahasa tubuh
yang dengan cinta juga seharusnya dapat tersentuh

cinta bukanlah lelah letih di dapur
di sumur,
dan di kasur

cinta adalah ketaatan terhadap cinta
seperti indahnya Kalamullah yang tersurat dalam kitab-Nya,
"... Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku ..."

Ya Rabb..
limpahkanlah kepada kami sebuah cinta yang mentaati cinta
cinta yang berkata dengan cinta
cinta yang menuju cinta
cinta yang menebarkan maslahat bagi cinta
sebaik-baik cinta seperti dalam curahan kalam-Nya

amin

Kamis, 01 Desember 2011

.: karena cinta :.

cintalah yang membuat seorang ibu, saat mengahadapi detik-detik kelahiran anaknya berani dengan tegar berkata pada dokter, "Dokter, andaikan nanti engkau dihadapkan pada pilihan antara menyelamatkan aku atau anakku, maka.. selamatkanlah anakku!"
cintalah yang membuat seorang ibu, saat makan, juka makanan kurang, Ia akan memberikan makanan itu kepada anaknya dan berkata, "Cepatlah makan, ibutidak lapar."
juga saat makan, Ia selalu menyisihkan ikan daging untuk anaknya dan berkata , "Ibu tidak suka daging, makanlah nak.."
cintalah yang membuat seorang ibu, saat tengah malam saat dia sedang menjaga anaknya sakit, Ia berkata, "Istirahatlah nak, ibu masih belum ngantuk.."
cintalah yang membuat seorang ibu, saat anak sudah tamat sekolah, bekerja, mengirimkan uang untuk ibu, Ia berkata, "Simpanlah untuk keperluanmu nak, ibu masih punya uang."
cintalah yang membuat seorang ibu, saat anaknya sudah sukses, menjemput ibunya untuk tingga di rumah besar, Ia lantas berkata, "Rumah tua kita sangat nyaman, ibu sudah terbiasa tinggal disana."
cintalah yang membuat seorang ibu, saat menjelang tua, ibu sakit keras, anaknya menangis, tetap ibu masih bisa tersenyum sambil berkata, "Jangan menangis, ibu tidak apa apa."
tidak peduli seberapa kaya kita, seberapa dewasanya kita, ibu slalu menganggap kita anak kecilnya, mengkahawatirkan diri kita tapi pernah membiarkan kita mengkhawatirkan dirinya.
sesungguhnya, dia sedang mengajarkan kepada kita (anak-anaknya) bahwa dalam melakukan segala sesuatu.. "Lakukanlah dengan CINTA!!" maka sesederhana apapun perbuatab akan sangat bernilai.

I Love U Mom..

(sang mutiara inspirator)

Senin, 24 Oktober 2011

.: semoga peristiwa di bawah ini membuat kita belajar bersyukur untuk apa yang kita miliki :.

Aku membencinya, itulah yang selalu kubisikan dalam hatiku hampir sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku takk pernah benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orang tua, membuatku membenci suamiku sendiri.

Walaupun menikah terpaksa, aku tak pernah menunjukkan sikap benciku. Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya mereka.

Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginanku.

Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani melawan. Jika ada sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di tempat tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia memakai komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senang dengan teman-temanku.

Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya.
Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran yang sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya bersama kedua anak kami.

Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yang ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa, dialah yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang mengingatkan peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak hadir di acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan perkawinanku, aku juga membenci kedua orangtuaku.

Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku sehingga anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak dan melepaskan pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat untuk pergi.

Ketika mereka pergi, akupun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang yang tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk saling memamerkan kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak menemukannya di dalam tas. Sambil berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan aku menelepon suamiku dan bertanya.

“Maaf sayang, kemarin Farhan meminta uang jajan dan aku tak punya uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku.” Katanya menjelaskan dengan lembut.

Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian, handphoneku kembali berbunyi dan meski masih kesal, akupun mengangkatnya dengan setengah membentak. “Apalagi??”

“Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya padamu. Sayang sekarang ada dimana?” tanya suamiku cepat , kuatir aku menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon. Aku berbicara dengan kasir dan mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si empunya Salon yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi. Tapi rasa malu karena “musuh”ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk berhutang dulu.

Hujan turun ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak ada jawaban meskipun sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan marah.

Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba. Ketika suara bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing menjawab telepon suamiku. Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu memperkenalkan diri, “selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak armandi?” kujawab pertanyaan itu segera. Lelaki asing itu ternyata seorang polisi, ia memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini ia sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dengan bingung. Tanganku menggenggam erat handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon mendekatiku dengan sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih kertas.

Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana juga tahu-tahu seluruh keluarga hadir di sana menyusulku. Aku yang hanya diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku tak tahu harus melakukan apa karena selama ini dialah yang melakukan segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam, tepat ketika kumandang adzan maghrib terdengar seorang dokter keluar dan menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan kematiannya. Selesai mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk menenangkan ayah ibu dan mertuaku. Anak-anak yang terpukul memelukku dengan erat tetapi kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis.

Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar-benar menatap wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan kupandangi dengan seksama. Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yang telah ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami. Kusentuh perlahan wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali pertama kali aku menyentuh wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat. Airmata merebak dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap berusaha mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku padanya, aku ingin mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti, airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Peringatan dari imam mesjid yang mengatur prosesi pemakaman tidak mampu membuatku berhenti menangis. Aku berusaha menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang telah kuperbuat padanya terakhir kali kami berbicara.

Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yang kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus kukonsumsi terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah absen mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak pernah bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai. Hampir seluruh keluarga tahu bahwa suamiku adalah penggemar mie instant dan kopi kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa makan mie instant karena aku hampir tak pernah memasak untuknya. Aku hanya memasak untuk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan atau belum ketika pulang kerja. Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa. Iapun pulang larut malam setiap hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau menanggapi permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku.

Saat pemakaman, aku tak mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang bersamaan onggokan tanah yang menimbun. Aku tak tahu apapun sampai terbangun di tempat tidur besarku. Aku terbangun dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku dengan sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka kehilangan dirinya.

Hari-hari yang kujalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dalam keinginan untuk bersamanya. Di hari-hari awal kepergiannya, aku duduk termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau aku sedang mengambek dulu. Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi, aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang. Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan sesuatu di rumah, membuat teman kerjanya kebingungan menjawab teleponku. Setiap malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan sosoknya di sebelahku.

Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya, tapi sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali. Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi kini aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal jika ia melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku tanpa me-log out, sekarang aku memandangi komputer, mengusap tuts-tutsnya berharap bekas jari-jarinya masih tertinggal di sana. Dulu aku paling tidak suka ia membuat kopi tanpa alas piring di meja, sekarang bekasnya yang tersisa di sarapan pagi terakhirnyapun tidak mau kuhapus. Remote televisi yang biasa disembunyikannya, sekarang dengan mudah kutemukan meski aku berharap bisa mengganti kehilangannya dengan kehilangan remote. Semua kebodohan itu kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah cintanya.

Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah karena baju-bajunya masih di sana meninggalkan baunya yang membuatku rindu. Aku marah karena tak bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi yang membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun kini kulakukan dengan ikhlas. Aku sholat karena aku ingin meminta maaf, meminta maaf pada Allah karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta ampun karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami yang begitu sempurna. Sholatlah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi sedikit. Cinta Allah padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian dari keluarga untukku dan anak-anak. Teman-temanku yang selama ini kubela-belain, hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka setelah kepergian suamiku.

Empat puluh hari setelah kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk bangkit dari keterpurukan. Ada dua anak yang menungguku dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku. Selama ini aku tahu beres dan tak pernah bekerja. Semua dilakukan suamiku. Berapa besar pendapatannya selama ini aku tak pernah peduli, yang kupedulikan hanya jumlah rupiah yang ia transfer ke rekeningku untuk kupakai untuk keperluan pribadi dan setiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya bekerja, aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya. Ketika melihatnya aku terdiam tak menyangka, ternyata seluruh gajinya ditransfer ke rekeningku selama ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan untuk keperluan rumah tangga. Entah darimana ia memperoleh uang lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu.Yang aku tahu sekarang aku harus bekerja atau anak-anakku takkan bisa hidup karena jumlah gaji terakhir dan kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi kami bertiga. Tapi bekerja di mana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama sekali. Semuanya selalu diatur oleh dia.

Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak, ia menyertai ibunya dalam surat tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi suratnya untukku.

Istriku Liliana tersayang,
Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang. maaf karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri. Maaf karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah memberiku waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak adalah hal terbaik yang pernah kulakukan untukmu.

Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi sayang selamanya. Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja. Selama ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian nanti. Aku tak ingin sayang susah setelah aku pergi. Tak banyak yang bisa kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan mendidik anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang. 
Jangan menangis, sayangku yang manja. Lakukan banyak hal untuk membuat hidupmu yang terbuang percuma selama ini. Aku memberi kebebasan padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat kau lakukan selama ini. Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh yang lebih baik dariku.

Teruntuk Farah, putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu. Jadilah istri yang baik seperti Ibu dan Farhan, ksatria pelindungku. Jagalah Ibu dan Farah. Jangan jadi anak yang bandel lagi dan selalu ingat dimanapun kalian berada, ayah akan disana melihatnya. Oke, Buddy!

Aku terisak membaca surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan note.

Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku memiliki beberapa asuransi dan tabungan deposito dari hasil warisan ayah kandungnya. Suamiku membuat beberapa usaha dari hasil deposito tabungan tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil meskipun dimanajerin oleh orang-orang kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis terharu mengetahui betapa besar cintanya pada kami, sehingga ketika ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami dengan cinta.

Aku tak pernah berpikir untuk menikah lagi. Banyaknya lelaki yang hadir tak mampu menghapus sosoknya yang masih begitu hidup di dalam hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untuk anak-anakku. Ketika orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu meninggalkanku selaman-lamanya, tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku saat suamiku pergi.

Kini kedua putra putriku berusia duapuluh tiga tahun. Dua hari lagi putriku menikahi seorang pemuda dari tanah seberang. Putri kami bertanya, “Ibu, aku harus bagaimana nanti setelah menjadi istri, soalnya Farah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci, gimana ya bu?”

Aku merangkulnya sambil berkata “Cinta sayang, cintailah suamimu, cintailah pilihan hatimu, cintailah apa yang ia miliki dan kau akan mendapatkan segalanya. Karena cinta, kau akan belajar menyenangkan hatinya, akan belajar menerima kekurangannya, akan belajar bahwa sebesar apapun persoalan, kalian akan menyelesaikannya atas nama cinta.”

Putriku menatapku, “seperti cinta ibu untuk ayah? Cinta itukah yang membuat ibu tetap setia pada ayah sampai sekarang?”
Aku menggeleng, “bukan, sayangku. Cintailah suamimu seperti ayah mencintai ibu dulu, seperti ayah mencintai kalian berdua. Ibu setia pada ayah karena cinta ayah yang begitu besar pada ibu dan kalian berdua.”

Aku mungkin tak beruntung karena tak sempat menunjukkan cintaku pada suamiku. Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya, tetapi menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya yang begitu tulus.

http://bundaiin.blogdetik.com/2011/10/07/kisah-inspirasi-untuk-para-istri-dan-suami/

Minggu, 04 September 2011

.: gadis buta :.

"Suatu hari ada seseorang yang mendonorkan sepasang mata kepadanya sehingga dia bisa melihat semua hal, termasuk kekasihnya. Kekasihnya bertanya, "sekarang kamu bisa melihat dunia, apakah kamu mau menikah denganku?". Gadis itu terguncang saat melihat bahwa kekasihnya ternyata buta. Dia menolak untuk menikah dengannya.
Kekasih pergi dengan air mata mengalir, dan kemudian menulis sepucuk surat singkat kepada gadis itu, "Sayangku, tolong jaga baik-baik mata saya."


***
Kisah diatas memperlihatkan bagaimana pikiran manusia berubah saat status dalam hidupnya berubah. Hanya sedikit orang yang ingat bagaimana keadaan hidup sebelumnya dan sedikit lagi yang ingat terhadap siapa yang harus berterimakasih karena telah menyertai dan menopang bahkan di saat yang paling menyakitkan.


Hidup adalah anugrah..


Hari ini sebelum engkau berpikir untuk mengucapkan kata-kata kasar -
ingatlah akan seseorang yang tidak bisa berbicara..


Sebelum engkau mengeluh mengenai cita rasa makananmu -
ingatlah akan seseorang yang tidak punya apapun untu dimakan..


Sebelum engkau mengeluh tentang suami atau istrimu -
ingatlah akan seseorang yang menangis kepada Tuhan meminta pasangan hidup..


Hari ini sebelum engkau mengeluh tentang hidupmu -
ingatlah akan seseorang yang begitu cepat pergi ke surga..


Sebelum engaku mengeluh tentang anak-anakmu -
ingatlah akan seseorang yang begitu mengharapkan kehadiran seorang anak, tetapi tidak mendaptnya..


Sebelum engkau bertengkar karena rumahmu yang kotor, dan tidak ada yang membersihkan atau menyapu lantai -
ingatlah akan orang gelandangan yang tinggal di jalanan..


Sebelum merengek karena harus menyopir terlalu jauh -
ingatlah akan seseorang yang harus berjalan kaki untuk menempuh jarak yang sama..


Dan ketika engkau lelah dan mengeluh tentang pekerjaanmu -
ingatlah akan para pengangguran, orang cacat dan mereka yang menginginkan pekerjaanmu..


Sebelu engkau menuding atau menyalahkan orang lain -
ingatlah bahwa tidak ada seorangpun yang tidak berdosa dan kita harus menghadap pengadilan Tuhan..


Dan ketika beban hidup tampaknya akan menjatuhkanmu -
pasanglah senyuman di wajahmu dan berterimaksihlah kepada Tuhan karena engkau masih hidup dan ada di dunia ini..


Hidup adalah anugrah, jalanilah, nikmatilah, dan rayakan istilah itu..


NIKMATILAH SETIAP SAAT DALAM HIDUPMU, KARENA MUNGKIN ITU TIDAK AKAN TERULANGI LAGI!


(CinLai "Cinta Yang Halal)

Kamis, 11 Agustus 2011

Mari Kita Belajar Mencintai *

Jika cinta, pada semua jenisnya, adalah kesadaran, adalah perasaan, tindakan, maka cinta pada akhirnya adalah kemampuan yang terintgrasi dalam seluruh aspek kepribadian kita. Kemampuan seseorang untuk mencintai adalah gambaran paling utuh dari seluruh kapasitas kepribadiannya. Hanya orang-orang dengan kepribadian yang kuat dan kapasitas besar yang mampu mencintai. Orang-orang lemah, yang setiap saat bisa kita saksikan disekitar kita, tidak akan pernah mencintai. Bahkan untuk mencintai diri sendiri sekalipun. Takdir mereka adalah menantikan cinta dan kasih sayang orang-orang kuat.
Orang-orang kuat mencintai dengan segenap kesadarannya. Maka mereka terus-menerus memproduksi kebajikan demi kebajikan. Sementara orang-orang lemah bahkan tidak memiliki kesadaran untuk mencintai. Maka mereka terus menerus mengkonsumsi kebajikan orang-orang kuat itu. Itu sebabnya orang-orang kuat dalam masyarakat selalu merupakan faktor kohesi yang merekatkan masyarakat. Mereka inilah yang ditebarkan oleh Rasulullah begitu beliau tiba di Madinah dan memulai kerja mambangun Negara baru itu: “Wahai sekalian manusia, tebarkan salam, berikan makan, bangun sholat malam saat orang-orang tertidur, niscaya kalian akan masuk surga dengan penuh damai.”
Ini merupakan penjelasan bagai keterangan selanjutnya. Bahwa untuk bisa mencintai, bahwa untuk menjadi pesinta sejati, kita harus mengembangkan kapasitas dan kepribadian kita. Cinta adalah pelajaran tentang bagaiman mengubah kepribadian kita untuk menjadi lebih baik sevara berkesinambungan, pelajaran tentang bagaiman melimpahruahkan kebajikan abadi bagi penumbuh kehidupan orang-orang sekitar yang kadang berujung tanpa sedikitpun rasa terimakasih, atau bahkan penolakan.
Ini bukan pelajaran tentang teknik atau keterampilan mencintai seperti ketika belajar teknik berkomunikasi dengan orang lain, atau bagaimana merebut hati seseorang untuk suatu hubungan cinta asmara. Bukan, sama sekali bukan tentang itu. Ini adalah pelajaran tentang bagaimana membangun kembali dasar-dasar kepribadian yang kokoh dan tangguh, yang memungkinkan kita mencintai dengan sadar, bertanggungjawab dan bertindak produktif untuk membuktikan cinta itu dalam kenyataan. Dan dengan begitu cinta bukan saja berefek pada perbaikan kehidupan kita seluruhnya secara berkesinambungan.
Dalam ini mungkin akan terbuka. Semua kita bisa mempelajarinya. Alasan sangat sederhana. Rasulullah SAW bersabda: “Ilmu diperoleh dengan belajar. Kesabaran diperoleh dengan belajar menjadi sabar. Kesantunan diperoleh dengan belajar menjadi santun.” Ini menjelaskan bahwa disamping karakter-karakter bawaan yang melekat dalam diri kita sebagai warisan genetic, semua karakter lain bisa kita peroleh dengan mempelajari dan mengimplementasikannya dalam kehidupan kita.
Begitu juga cinta. Begitu juga cinta. Semua kita bisa mencintai. Semua kita mungkin pecinta sejati. Asal kita mau belajar. Asal kita mau belajar bagaimana mencintai.
*Anis Matta

Sabtu, 23 Juli 2011

semua hanya untukMu

ya Rabb, Engkaulah alasan semua kehidupan ini. Engkaulah penjelasan atas semua kehidupan ini. Perasaan itu datang dariMu. Semua perasaan itu juga akan kembali kepadaMu. Kami hanya menerima titipan. Dan semua itu ada sungguh karenaMu..
Katakanlah wahai semua pecinta di dunia. Katakanlah ikrar cinta itu hanya karenaNya. Katakanlah semua kerinduan itu hanya karena Alloh. Katakanlah semua getar-rasa itu hanya karena Alloh. Dan semoga Alloh yang mencinta, yang menciptakan dunia dengan kasih-sayang mengajarkan kita tentang cinta sejati.
Semoga Alloh memberikan kesempatan kepada kita untuk merasakan hakikatnya..
Semoga Alloh memberikan kesempatan kepada kita untuk memandang wajahNya. Wajah yang akan membuat semua dunia cinta layu bagai kecambah yang tidak pernah tumbuh. Layu bagai api yang tidak pernah panas membakar. Layu bagai sebongkah es yang tidak pernah membeku..

Kamis, 07 Juli 2011

doa kalbu

dimalam penuh bintang
di atas sajadah yang kubentang
sedu sedan sendiri
mengaduh pada Yang Maha Kuasa
betapa naif diriku ini hidup tanpa ingat pada-Mu
urat nadi pun tahu aku hampa..


di malam penuh bintang
di bawah sinar bulan purnama
kupasrahkan semua
keluh kesah yang aku rasa
sesak dadaku
menangis pilu
saat ku urai dosa-dosaku..
dihadapan-MU ku tiada artinya............


doa kalbu tak bisa aku bendung
deras bak hujan di gunung sahara
hatiku yang gersang........
terasa oleh tenteram...


hanya Engkau yang tahu siapa aku
tetapkanlah seperti malam ini
sucikan diriku selama-lamanya.......


DOA KALBUKU......

Senin, 04 Juli 2011

a k u

Selasa, 05 Juli 2011, jam 02.20 pagi..
saat ini, aku masih berada di depan laptop..
entah apa yang aku kerjakan saat ini..
jiwaku disini, namun pikiranku tidak disini..
pikirannku melayang.. zuuiiinnggg,, tinggi sekali, hehee ^^

entah kapan semua yang aku alami saat ini akan berakhir..
berakhir dengan senyuman..
atau berkahir dengan air mata..

percayakan semuanya padaNya..
pasti, Alloh akan memberikan yang terbaik buat aku..

C I N T A

Cinta itu adalah perasaan yang mesti ada pada tiap-tiap diri manusia, ia laksana setetes embun yang turun dari langit, bersih dan suci. Cuma tanahnyalah yang berlain-lainan menerimanya. Jika ia jatuh ke tanah yang tandus, tumbuhlah oleh karena embun itu kedurjanaan, kedustaan, penipu, langkah serong dan lain-lain perkara yang tercela. Tetapi jika ia jatuh kepada tanah yang subur, di sana akan tumbuh kesuciaan hati, keikhlasan, setia budi pekerti yang tinggi dan lain-lain perangai yang terpuji.
Cinta bukan mengajar kita lemah, tetapi membangkitkan kekuatan. Cinta bukan mengajar kita menghinakan diri, tetapi menghembuskan kegagahan. Cinta bukan melemahkan semangat, tetapi membangkitkan semangat.