Selasa, 24 Januari 2012

.: bila hati sebening embun :.

Rasa takjub kerap menjalari hati setiap kulihat air bening itu berkialauan di dedaunan atau rerumputan saat matahari mulai menyapa pagi. Biasanya segera kuhampiri benda-benda dimana bulir memukau itu berada. Kutatap lama atau terkadang muncul isengku, menepuknya. Bersorak riang hati bila si bulir bening bernama embun itu kutemukan menempel di daun talas. Rasa heran sering melingkupi lipatan-lipatan otakku saat melihat daun talas yang tetap terlihat kering walau disinggahi sang embun. Ku gerak-gerakkan daun talas itu, dan sang embun mengikuti gerakan itu dengan lincah.

Selarik memori di masa kecil kala kulihat embun, ternyata tak berubah hingga kini. Sang embun selalu berhasil memukau mataku. Entahlah, keberadaannya diantara dedaunan, bunga maupun rerumputan selalu mengalirkan kesejukan di mataku dan kilau beningnya yang memantulkan cahaya sebagaimana cermin, menghadirkan rasa takjub memenuhi rongga hati.

Saudaraku, adakah engkau pun mengalami hal yang sama dengan yang kurasakan kala memandang embun? Kalau ternyat engkau belum pernah memperhatikannya, cobalah sesekali waktu. Engkau bisa menemukan wajah sang embun di pagi hari atau bisa saja dengan browsing foto-fotonya, dan rasakan sensasinya.

Bila kita perhatikan bagaimana embun terbentuk, kurasa ada sesuatu yang menarik untuk kita pelajari darinya. Embun biasanya terbentuk dengan baik pada malam hari yang cerah dan tenang. Menurut teorinya, embun terbentuk ketika udara yang berada di dekat permukaan tanah menjadi dingin mendekati titik dimana udara tidak dapat lagi menahan semua uao air. Kelebihan uap air itu kemudian berubah menjadi embun di atas benda-benda di dekat tanah. Embun juga terbentuk dengan baik ketika kelembaban tinggi.

Coba kita perhatikan lagi, jika kita ibarat kehidupan embun itu pada manusia, kita bisa menemukan orang-orang yang menyejukan hati kita biasanya bisa dipastikan orang tersebut memiliki hati sebening embun. Dia dapat kita pastikan adalah orang-orang yang sanggup mengendalikan hatinya untuk selalu dalam "suhu yang dingin" alias tenang dalam menghadapi segala hal. Dia akan selalu berusaha mengendalikan suhu hatinya itu lebih dingin dari keadaan yang berkecamuk di sekitarnya sehingga kita bisa merasakan hatinya bening bagai embun.

Kebeningan hatinya ibarat cermin yang memantulkan cahayaNya. Tutur kata dan tingkah laku orang-orang demikian biasanya tak beranjak dari lingkar kebaikan yang tak dapat terbendung lagi pada pribadinya sendiri sehingga orang-orang disekitarnya akan merasakan kesejukan dari kebeningan embun hatinya. Seperti dikatakan Imam Ghozali, bahwa hati manusia ibarat cermin, sedangkan petunjuk Tuhan bagaijkan nur atau cahaya. Dengan demikian jika hati manusia benar-benar bersih niscaya ia akan bisa menangkapi cahaya petunujuk Illahi dan memantulkan cahaya tersebut ke sekitarnya.

Orang-orang berhati sebening embun, mereka akan mampu melihat dunia dengan terang benderang karena dianugrahi bashirah (pandangan hati) yang selalu menuntunnya berbuat kebajikan. Dan bashirah akan memunculkan sifat seperti keberanian, murah hati, penolong, dapat menahan nafsu, sabar, penyantun, konsisten, suka memaafkan, gembira, senang bekerja sama dengan orang lain, tenang, dan sifat-sifat mulia serta terhormat lainnya.

Menjadi pribadi berhati sebening embun bukanlah suatu hal yang mudah. Diperlukan riyadhah/ latihan yang terus menerus untuk menempa diri dan mengendalikan suasana hati ketika berhadapan dengan godaan nafsu. Tetap yakinlah saudaraku, bila tempaan demi tempaan itu membuat hati kita menjadi sebening embun yang dirasakan sejuknya oleh sekitar, maka bisa jadi akhir hidup kita bisa seindah muslimah sejati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar